Cerpen : Jangan Keluar Malam Hari, Dewi!

Cerpen : Jangan Keluar Malam Hari, Dewi!
Oleh : Bunga Rosania Indah (Pin BB 26548EF4)

Ah! Aku lupa, buku PR ku ketinggalan di laci meja di kelas!
Seketika langsung panik kalau ingat wajah Bu Nur Hikmah, si galak yang selalu membentak para siswa. Badannya kurus kerempeng tapi suaranya sangat nyaring seperti bor listrik. Beda dengan sosok wali kelasku, Bu Nur Asiyah, yang sangat sabar dan murah senyum, guru kesayangan para siswa.
Kembali wajah guruku yang galak itu muncul dibenakku membuatku panik. "Bagaimana ini! PR harus ku kerjakan malam ini juga! Kalau tidak, hiiiihh!" Aku tak sanggup membayangkan lidah pahitnya yang bisa membuatku malu di depan kelas besok!
Aku berlari ke teras, malam belum naik namun rembulan akan muncul.
"Dewi kamu mau kemana?" Suara ibu dari belakang membuat langkahku terhenti.
"Mau ke sekolah, Bu. Buku ku ketinggalan."
"Jangan!" Ibu setengah teriak. Aku tahu, lagi-lagi ibu akan melarangku keluar jika akan tiba malam.
"Tapi, Bu. Aku harus ngerjain PR malam ini, kalau tidak.."
"Kalau tidak, apa?"
Aku mengunci mulut, tidak mungkin kuceritakan tentang perangai guruku yang satu itu. Ibu bisa datang besok ke sekolah dan membuat Bu Guru ketakutan, aku tak mau, aku merasa masih bisa menjalani dan menangani semua ini sendiri.
"Tidak, tidak apa-apa, Bu. Aku pergi sebentar saja. Setelah buku itu ku dapat, aku akan segera pulang," ujarku lalu aku mulai berlari dan kudengar suara ibu di belakang masih berteriak mencegahku.
Langit masih sore, mumpung masih sore aku berlari lebih cepat ke sekolah, jarak ku ke sekolah sekitar 1 kilometer dan melewati perkebunan karet yang sepi.
Aku tiba di sekolah. Sekolah begitu kosong di sore hari, tak terbayangkan, padahal ketika pagi hingga siang hari begitu ramai suara gaduh dari para siswa. Aku masuk ke sebuah kelas bertuliskan kelas VII-A, aku masih kelas tujuh. Krek! Kubuka pintu, lalu berjalan cepat ke bangku di deretan kedua. Segera ku ambil buku itu dari laci.
Aku keluar sari halaman sekolah, kupandangi langit, hampir maghrib. Ibu selalu dan selalu melarangku keluar rumah jika menjelang maghrib apalagi malam hari.
Aku melangkah cepat, seorang tua bersepeda melewatiku dan berkata, "Hai Nak, pulanglah segera! Jalan ini sepi kalau menjelang malam."
Aku mengangguk dan kuteruskan berlariku. Entah mengapa aku jadi deg-deg an perasaanku tak enak, terutama setelah hilangnya Mutiara, kakak kelasku. Dan sebelumnya lagi telah ditemukan mayat korban perkosaan di perkebunan cokelat itu, yang wajahnya masih belum dikenali karena dirusak oleh pelaku. Ah, aku berharap itu tak terjadi padaku.
Aku terus berlari membawa buku ku. Jalan begitu sepi dan semakin sepi di akhir maghrib tapi aku lega ketika aku melihat di kejauhan beberapa orang sedang mengobrol. Dan semakin dekat, semakin dekat, Oh No! Ternyata beberapa orang itu sedang meminum sesuatu dari sebuah botol secara bergantian, badan mereka sempoyongan, apakah mereka mabuk? Seketika perasaanku jadi tak enak.
Ku percepat langkahku sambil menggenggam buku ku.
Ke percepat langkah namu dua diantara sembilan orang itu menghentikanku.
"Mau kemana kamu!" Bentaknya. Dan membuatku gugup.
"Saya mau pulang," jawabku gemetar.
Dan mereka tertawa-tawa dengan aroma minuman yang menusuk indra penciumanku.
"Tak semudah itu gadis kecil. Kamu harus melayani kamu dulu!"
Aku terperanjat, bagaimana ini, aku yakin mereka akan berbuat jahat padaku. Aku harus segera lari!
Dan kulihat lagi beberapa dari mereka memberi kode satu sama lain. Peluh keringatku bercucuran, aku hanya sendirian dan mereka ber sembilan.
Lari! Lari! Lari, Dewi! Kuteriaki diri sendiri dan aku mulai berlari sekencangnya. Mereka mengejarku dengan langkah cepat. Aku putus asa karena langkah berlariku yang masih remaja ini tak seimbang dengan mereka yang mengejarku. Sebuah batu menghantam kepalaku, salah satu dari mereka melempar kepalaku, "aduh!"
Mereka mengejarku dari segala arah hingga ku putuskan masuk ke perkebunan cokelat itu. Ditengah ku berlari tiba-tiba sebuah kaki menjuntai dan membuatku tersandung. Aku terkejut, ku kenali wajahnya. "Kak Mutiara!" Lebih terkejut lagi karena ku cium aroma bangkai di tubuhnya. Ya di sudah menjadi mayat. Indra penciumanku memang sangat tajam sejak lahir. Aku gemetaran. Dan tiga orang lelaki muncul dengan tawa menyeringai. "Mau kemana kau! Kamu mau jadi seperti bangkai itu!" Tunjuknya pada mayat Kak Mutiara, aku heran kenapa dia tak kaget dengan mayat itu, padahal biasanya orang terkejut jika mendapati mayat di jalan, apa jangan-jangan mereka lah yang membunuh dan meletakkan mayat Kak Mutiara disitu? Tubuhku bergetar hebat, langit mulai gelap.
Muncul lagi tiga orang di sisi yang lain, aku melangkah mundur dengan napas ketakutan. Mereka semua tertawa-tawa. "Jika kamu melawan maka nasibmu sama seperti mayat itu, hahaha."
"Tapi percuma kamu melawan, kamu juga akan bernasib sama denga gadis tengik itu," seru yang lain menunjuk mayat Kak Mutiara.
"Ka-ka-kalian yang membunuh Kak Mutiara?" Tanyaku terbata-bata.
"Tidak hanya ku bunuh, tapi diperkosa bergilirian."
Rasanya sakit sekali hatiku mendengarnya, namun ketakutanku pun lebih besar. Aku yakin mereka pula yang membunuh seorang gadis dengan sadis dan memperkosanya beberapa minggu yang lalu.
Aku mundur terus, melirik kanan kiri mencari jalan. Kemudian sebuah tangan menarik lenganku dari samping, dan dua lagi muncul memegangi tanganku yang satunya dan satu lagi menghantam kepalaku. Aku terpojok, aku dikelilingi mereka, aku merasa hidupku sesaat lagi akan hancur. Kulihat satu persatu dengan cemas ke sembilan orang pemuda di depanku, pandangannya begitu bersemangat seperti hasrat menemukan korban. Mulut mereka menyeringai tawa jahat yang membuatku jijik.
Bug! Aku terjatuh ketika pemuda didepanku menendang perutku. Lalu salah satu dari mereka meninju wajahku. "Tolong lepaskan aku!" Pintaku tapi mereka semua semakin tertawa. Aku memandang langit, sebentar lagi bulan akan muncul, sebentar lagi...
"Enak saja! Kamu ini mangsa kami! Bodohnya kami jika mau melepaskanmu, hahaha!" Ujar seorang lagi kemudian memegangi tanganku.
"Lepaskan aku!" Teriakku lagi. Aku yakin tak ada seorang pun yang mendengar terikanku kecuali mereka bersembilan dan aku sendiri.
Pria berbaju kaos bertuliskan my trip mendorongku hingga aku tersungkur ke tanah. "Pegangi kakinya!" Lantangnya. Lalu pemuda berkaos my trip itu mulai membuka ikat pinggangnya dengan pandangan yang begitu menjijikan.
Aku menoleh pada dua pemuda yang memegangi tanganku. "Lepaskan aku! Kalau tidak kalian akan mati dalam hitungan menit!" Peringatku padanya. Namun peringatanku tak dihiraukannya. Pria berkaos biru muda yang memegangi tanganku malam menamparku. "Diam kamu! Kalau kamu melawan terus, kamu akan mati!"
Bulan telah muncul, terang berganti gelap, siang berganti malam, tubuh berguncang hebat. Pria berkaos kata my trip di depanku terheran dan berhenti dari aksinya membuka celana.
AAAUUUUUUUUU!!! Suara lolongan itu muncul dari kerongkonganku. Mataku yang lugu berubah menjadi merah berkilatan.
Dua pemuda yang memegangi tangan dan kakiku tercengang ketika kulitku yang mulus menjadi tumbuh banyak bulu yang kasar dan tajam. Mereka melepaskan tangan kaki ku dengan terpukau. "Sudah ku katakan, lepaskan aku jika kalian tidak mau mati!" Ujarku menyeringai lebih seram dari suara seringai mereka tadi.
AAUUUUUUUU! Lolongan kembali keluar dari kerongkonganku. Pemuda di depanku buru-buru memasang celananya dengan gemetaran. "Sudah ku peringatkan untuk melepaskanku tadi!" Ujarku, lalu berdiri dan tubuhku berubah menjadi lebih besar. 75% tubuhku berubah menjadi serigala. Mereka ber sembilan tegang dan kali ini mereka yang ketakutan melihatku.
"A-am-mpun," lirih mereka gemetaran memandang cakar tajam di tanganku.
"Terlambat, hahahaha, bau darah kalian membuatku haus." Taringku mengkilat dan membuat mereka lunglai hingga terkencing-kencing, mereka semua berjalan mundur dengan peluh keringat bercucuran.
"Maafkan kami..." Ucap ketakutan salah seorang yang menendangku tadi. Kupastikan dialah orang yang akan mati lebi dulu.
"Hari ini kalian salah tangkap mangsa, bukan?" Ejekku lalu tertawa nyaring. "Dalam hitungan menit akan kubawa kalian ke kematian! Bahkan alam kubur pun takkan menerima kalian para pendosa! AAAUUUUU!"
**
Keesokan paginya warga di gegerkan oleh penemuan sepuluh mayat, 9 pemuda dan seorang lagi mayat perempuan, mayat Kak Mutiara. Kulihat dari jendela ibu berbicara dengan beberapa tetangga menceritakan peristiwa penemuan potongan badan dari ke sembilan orang pemuda yang terbunuh secara mengerikan. Kaki, tangan, kepala mereka terpisah, isi perut keluar berhamburan seperti di cakar binatang buas, bahkan telinga, mata ada yang tak utuh dari kepalanya. Pasti kesembilan orang itu sudah mengalami kejadian yang sangat menyeramkan dalam hidup mereka tadi malam, hahaha, biar saja!
"Dewi!" Panggil ibu ketika pintu terbuka. Ibu menggeleng. "Kamu yang melakukan ini kan?" Bisiknya pelan agar tak ada tetangga yang mendengar. "Sudah berapa kali ibu bilang, jangan keluar malam hari, kamu belum bisa mengendalikan kekuatanmu yang masih liar."
Aku tersenyum. "Biar saja, Bu, mereka itu orang jahat."
"Untung saja bapak dan kakakmu belum turun gunung, hmm."
Aku mendengus, kuhabiskan roti dan susu lalu mengambil tas ku, namun sebelumnya kumasukkan sebuah buku ke dalamnya, "untung saja PR ku sudah jadi."
Ibu menggeleng-geleng. Ku cium pipi nya dan berpamitan, "sampai jumpa nanti siang ibu serigala." Aku keluar rumah berlari-lari kecil dengan senyuman. Kami sekeluarga adalah siluman serigala.
"Dewi! Kamu bisa menangani si guru galak itu."
Aku menoleh dari kejauhan, "tenang saja, Bu, kalau siang aku takkan berubah. Dia masih aman. Hahaha."
Aku berlari-lari menuju sekolah, kulewati jalan yang tadi malam kulalui, garis polisi dimana-mana, mobil polisi dan ambulans pun terparkir. Kupasang wajah lugu ku. Dan ketika telah jauh berjalan ku menoleh, apakah masih ada yang mau mencoba gigitan taringku??? Aku Dewi Serigala.
TAMAT
------------pin BB 26548EF4---------
Facebook : Buku Bunga Btp
Fanpage & Grup Facebook : Buku Tentara Polisi
--------BOLEH SHARE-------

Comments

Popular posts from this blog

Kisah Lembah Hijau #2