Cerpen Online : Selingkuh Berakhir Bencana

Oleh Bunga Rosania Indah (pin BB 26548EF4)
"Aku tahu Win, semua orang-orang disini membicarakanku, mencemohku karena aku berpacaran dengan pria beristri," ujar Rubia, wajahnya menekuk kesal. "Asal kamu, Win, yang sudah kuanggap saudara tak ikut-ikutan."
Winda menghela napas panjang, sudah berulang-ulang Winda pun memperingatkan Rubia, sahabatnya itu, untuk menjauhi Dahlan. "Hmm, Bi, berpacaran dengan pria beristri itu memang tabu. Kalau aku menasihatimu, melarangmu untuk berhubungan lebih jauh dengan Dahlan itu karena aku menyayangimu, Bi! Sebagai sahabat aku peduli."
Rubia tak mengindahkan perkataan Winda, ia masih duduk menghadap meja lobby.
Beberapa pengunjung klinik datang, bertanya, "Permisi Sus, mau tanya, kamar Pak Yunus dimana, ya?"
Rubia melihat daftar di buku pasien, arah pandangannya menyapu daftar nama dari atas ke bawah. Mendongak, lalu berkata, "Lantai 2, Bu. Kamar paling pojok kanan."
Setelah si penanya berlalu, Rubia mengambil permen di toples kecil diatas meja lobby.
"Kamu nggak kasihan sama istrinya si Dahlan, secara tidak langsung kamu telah mengancam keharmonisan rumah tangganya, bukan? Bagaimana kalau kamu jadi dia, di posisinya, kamu yang diselingkuhi?" Seru Winda kembali.
Rubia benar-benar malas menanggapi perandaian yang dilontarkan Winda. Terlihat sekali dari gerakan ringan yang menandakan keacuhannya.
Winda geleng-geleng, "Hmm, orang yang sedang dimabuk cinta sesat memang susah untuk dinasehati. Sudahlah Bia. Aku angkat tangan, terserah kamu saja." Winda telah tahu orang yang sedang dimabuk cinta sesat apalagi dalam posisi orang ketiga, orang ketiga memang cenderung tak memikirkan perasaan orang lain, tak memikirkan perasaan istri selingkuhannya, karena ia lebih mementingkan diri sendiri. Dimana-mana pasti seperti itu, mau dinasihati juga percuma.
Rubia melirik, ia merasa sikap sahabatnya yang berubah bete terhadapnya. "Win, jangan marah dong. Bukannya aku tak kasihan sama istrinya Mas Dahlan. Tapi istrinya itu jahat, Win. Mas Dahlah sudah tak tahan lagi hidup dengan istrinya."
Winda mencibir, "Huh, dimana-mana pria hidung belang juga ngomongnya begitu ama pacar selingkuhannya, mau cari simpatik!"
"Sungguh, Win. Istrinya itu cuek, kasar, cerewet, tidak menghargai suami. Mas Dahlan memang sudah lama berniat menceraikannya sebelum bertemu denganku," bela Rubia.
Winda menggeser kursi, "Terserah kamu sajalah, Bi. Semoga Tuhan menunjukkan kebenaran padamu. Semoga kamu tidak salah langkah." Winda pergi meninggalkan Rubia di ruang lobby sendirian.
Rubia kesal, tangannya bersilang, "Ya sudah!! Toh ini hidupku, aku yang jalani, bukan dia!"
Perawat manis itu mengambil handphone dari tas yang ia letakkan dimeja. Membuka aplikasi bbm, membaca-baca chat bbm antara ia dan Dahlan yang memang sengaja tak dihapusnya, wajanya merah bersemu, ia semakin rindu rasanya dalam 2 hari ini belum bertemu. Diam beberapa saat, terasa memang ada ganjalan dihungannya itu, ia merasa sangat menyayangkan bahwa Dahlan telah beristri, "Ah, yasudahlah, yang penting ia lebih memilih aku."
BRUUKK! Pintu klinik dibuka cukup keras, satu orang masuk dengan panik, dan disusul kemudian oleh dua orang lainnya, memapah seorang ibu hamil dengan usia kandungan yang bisa diperkirakan Rubia memasuki bulan kedelapan. Daster yang dikenakan wanita hamil yang dipapah itu banyak bercak darah, darahpun terus mengalir melalui kakinya. Rubia ikut panik lalu memanggil bantuan. Wanita hamil itu akhirnya ditidurkan di ranjang beroda, masih dengan meronta di pesakitannya.
"Aduh kenapa, ini, Bu?" Tanya Rubia panik.
"Ini teman saya Sus, dia dihajar sama suaminya!" Terang si pengantar. "Saya ini tetangganya Bu Dahlan," katanya lagi, terlihat jelas luapan emosi diwajah wanita gemuk itu.
Mendengar nama Dahlan, Rubia agak terkejut, tapi ia menampik, 'Mungkin namanya kebetulan sama.'
Winda, Eno dan Mukhtar masuk.
"Aku panggilkan dokter dulu," ujar Eno, berlalu keluar ruangan.
Ternyata Winda bertanya hal yang sama.
Dan si tetangga pasien itu kembali bercerita. "Edan benar itu Om Dahlan, istri hamil tua begini di hajar."
Winda pun tercengang. Ibu itu berlanjut, "Sebenarnya sudah lama Bu Dahlan sering di hajar suaminya, Sus. Tapi saya nggak nyangka hamil-hamil begini juga Om Dahlan masih tega mukul istrinya," cela ibu itu lagi. "Itu tuh gara-gara Om Dahlan selingkuh ama perawat, nggak tahu perawat klinik mana."
"Oh yang namanya Rubia itua, ya?" Yang lain menimpali.
Darah Rubia bak tersirap, ia kaget, wajahnya pucat pasi.
Winda melirik ke arah Rubia. Lalu Rubia berlalu dari ruang kecil itu. Winda mengikutinya.
Tak sangka, di luar ruangan Rubia bertemu Dahlan, Dahlan juga terkejut bertemu Rubia. Dahlan ke klinik itu mencari istrinya, masih ingin meluapkan emosi. "Rubia? Kamu di klinik ini? Bukannya kamu..."
Rubia yang marah dan kecewa menjawab dengan bentakan, "Aku kan bekerja di dua klinik!"
Dahlan diam dengan tatapan tajam, ia sudah bisa menduga Rubia tahu apa yang terjadi.
"Ternyata begini kenyataannya!" Teriak Rubia, "Mulai detik ini jangan temui aku lagi! Aku ingin mengakhiri semua ini! Aku tak mau melihatmu lagi, dasar pembohong!"
Dahlan mendekati Rubia, "Tidak bisa! Aku tak mau kita putus!" Dahlan mencengkram lengan Rubia sangat kuat hingga Rubia merasa kesakitan.
"Lepaskan aku!" Rubia meronta. "Kamu pembohong!"
Winda gemetar, ia melihat namun tak berani menolong sahabatnya.
"Lepaskan aku brengsek!" Hina Rubia.
Namun tenaganya tak mampu melawan tenaga laki-laki.
"Kamu perempuan sama saja! Kamu kira dirimu ini siapa, berani-beraninya menghinaku!" Dahlan meninju wajah Rubia dan gadis itu ketakutan, ia merasa nyawa nya mulai terancam. Rubia menoleh kebelakang namun Winda yang juga terlalu takut memilih pergi, berlari.
"Tolong, lepaskan aku!" Teriak ketakutan Rubia.
Namun Dahlan yang sudah dirajai emosi sejak tadi semakin naik pitam. "Kamu ini hanya wanita murahan yang mau saja kujadikan selingkuhanku! Pelampiasan nafsuku! Nggak usah jual mahal, jalang!" Dahlan mengambil sangkur lalu menancapkan berkali-kali ke tubuh Rubia hingga meregang nyawa.
Winda datang setengah berlari dengan bala bantuan, namun sudah terlambat, sahabatnya telah tewas. Dahlan sudah tak ada ditempat itu. Winda menangisi kematian tragis sahabatnya itu. "Bi, sudah bolak-balik kuperingatkan kan! Jauhi Dahlan!" Ujarnya dengan tangisan histeris. Winda mengusap wajah sahabatnya yang berlumur darah. "Aku tidak menyangka, satu jam yang lalu padahal kita masih saling mengobrol..."
Winda menatap sedih jenazah Rubia, dengan wajah penuh lebam dan luka tusukan dimana-mana. Winda menghela napas panjang, "Apa yang ditanam itu yang dituai. Kamu sudah menanam keburukan, Bi, maka keburukan pula yang kini kamu terima. Semoga di alam sana Tuhan mengampunimu."
Sekian

Comments

Popular posts from this blog

Kisah Lembah Hijau #2